Terus turunnya harga
minyak mentah dunia berdampak positif pada anggaran. Anggaran subsidi bahan
bakar minyak (BBM) bisa turun di bawah pagu APBN 2014. Saat ini harga minyak
dunia jatuh hingga mencapai 77,19 dollar AS per barel.
Namun jika saat ini
dihitung, total rencana dan realisasi subsidi pada APBN-P 2014 adalah
sebesar Rp 224,47 T. Meskipun terjadi pembengkakan kuota BBM subsidi sebesar
1,38 Jt/kl, namun dengan alokasi anggaran Rp. 246. 500,0 triliun pada APBN-P 2014,
maka masih terdapat sisa anggaran subsidi BBM sebesar Rp. 22.03 T. Sisa
anggaran Rp.22,3 T ini diperoleh dari total anggaran subsidi APBN-P 2014
(Rp.246,5 T) dikurangi realisasi belanja BBM subsidi pada APBN-P 2014 (Rp.
224,47 T).
Kalau cuma volumenya yang
membengkak tapi dananya masih sisa, apakah BBM masih perlu dinaikkan? Lagi-lagi
ini terkait sisitem pengandalian pemerintah terhadap distrubusi volume BBM
Bersubsidi dI lapangan. Jangan karena pemerintah lemah dalam pengendalian terhadap
penyimpangan distribusi BBM bersubsidi, lalu subsidi untuk rakyat dicabut.
Dengan sisa anggaran kuota BBM
subsidi dalam postur keuangan APBN 2014 sebesar Rp.22,3 T itu, maka apakah
menjadi suatu keharusan harga BBM subsidi dinaikan saat ini? Sementara dampak
turunan dari kenaikan harga BBM subsidi semisal inflasi, akan dirasakan rakyat
kecil yang daya belinya masih sangat rendah saat ini ?
Untuk tahun 2014, daya beli
masyarakat semakin menurun pada pada kuartal II/2014.
Kondisi tersebut tercermin dari variabel tingkat konsumsi
bahan makanan, dalam data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis
kemarin berada pada level 108,54 atau mengalami penurunan 3,95 poin dari
kuartal sebelumnya 112,49.
Penurunan daya beli
masyarakat tersebut juga terlihat dari laju penjualan eceran yang kian
melambat. Beberapa waktu lalu Bank Indonesia merilis pertumbuhan penjualan
eceran melambat, tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) sebesar 15% (yoy)
pada Mei 2014, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 15,9% (yoy).
Kondisi daya beli masyarakat yang rendah ini, belum lagi dipicu oleh inflasi
akibat kenaikan harga BBM yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi-JK.
Seharusnya,
pemerintahan Jokowi-JK memperbaiki dulu daya beli masyarakat, sebelum merencanakan
kenaikan harga BBM. Bila daya beli masyarakat diperkuat, maka gempuran inflasi
hebat akibat keaikan harga BBM, tak berdampak pada peningkatan jumlah orang
miskin. Hadehhhhh !
Efek
kenaikan BBM
Menurut Badan Pusat
Statistik (BPS;2014) berdasar simulasi, kenaikan Rp 3.000 per liter atau
46 % dari harga saat ini Rp 6.500 per liter bakal memicu kenaikan inflasi
langsung sebesar 1,7% pada bulan pertama.
Menurut BPS, Jika kenaikan
harga BBM dilakukan pada pertengahan November, maka tambahan inflasi langsung
1,7 % akan terbagi dua pada November dan Desember. Tapi, jika kenaikan
dilakukan awal Desember, maka dampak inflasi 1,7 % akan berlangsung pada akhir
tahun.
Misalnya inflasi Desember 1
%, maka jika BBM dinaikkan awal Desember, maka total inflasi menjadi 2,7
persen. BPS Memperkirakan, jika BBM naik Rp
1000 perliter maka akan menciptakan inflasi 1,43 %, kemiskinan naik 0,61 % atau
sekitar 1.525.000 orang. Dengan analisa BPS seperti ini, maka pertanyaannya
adalah, haruskah harga BBM subsidi naik?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar