Jumat, 14 November 2014

Surat Dari Rakyat ; Pak Presiden Jokowi, Haruskah Harga BBM Naik ?

Terus turunnya harga minyak mentah dunia berdampak positif pada anggaran. Anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) bisa turun di bawah pagu APBN 2014. Saat ini harga minyak dunia jatuh hingga mencapai 77,19 dollar AS per barel.

Namun jika saat ini dihitung, total rencana dan realisasi subsidi pada APBN-P 2014 adalah sebesar Rp 224,47 T. Meskipun terjadi pembengkakan kuota BBM subsidi sebesar 1,38 Jt/kl, namun dengan alokasi anggaran Rp. 246. 500,0 triliun pada APBN-P 2014, maka masih terdapat sisa anggaran subsidi BBM sebesar Rp. 22.03 T. Sisa anggaran Rp.22,3 T ini diperoleh dari total anggaran subsidi APBN-P 2014 (Rp.246,5 T) dikurangi realisasi belanja BBM subsidi pada APBN-P 2014 (Rp. 224,47 T).

Kalau cuma volumenya yang membengkak tapi dananya masih sisa, apakah BBM masih perlu dinaikkan? Lagi-lagi ini terkait sisitem pengandalian pemerintah terhadap distrubusi volume BBM Bersubsidi dI lapangan. Jangan karena pemerintah lemah dalam pengendalian terhadap penyimpangan distribusi BBM bersubsidi, lalu subsidi untuk rakyat dicabut.

Dengan sisa anggaran kuota BBM subsidi dalam postur keuangan APBN 2014 sebesar Rp.22,3 T itu, maka apakah menjadi suatu keharusan harga BBM subsidi dinaikan saat ini? Sementara dampak turunan dari kenaikan harga BBM subsidi semisal inflasi, akan dirasakan rakyat kecil yang daya belinya masih sangat rendah saat ini ?

Untuk tahun 2014, daya beli masyarakat semakin menurun pada pada kuartal II/2014. Kondisi tersebut tercermin dari variabel tingkat konsumsi bahan makanan, dalam data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis kemarin berada pada level 108,54 atau mengalami penurunan 3,95 poin dari kuartal sebelumnya 112,49.

Penurunan daya beli masyarakat tersebut juga terlihat dari laju penjualan eceran yang kian melambat. Beberapa waktu lalu Bank Indonesia merilis pertumbuhan penjualan eceran melambat, tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) sebesar 15% (yoy) pada Mei 2014, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 15,9% (yoy). Kondisi daya beli masyarakat yang rendah ini, belum lagi dipicu oleh inflasi akibat kenaikan harga BBM yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi-JK.

Seharusnya, pemerintahan Jokowi-JK memperbaiki dulu daya beli masyarakat, sebelum merencanakan kenaikan harga BBM. Bila daya beli masyarakat diperkuat, maka gempuran inflasi hebat akibat keaikan harga BBM, tak berdampak pada peningkatan jumlah orang miskin. Hadehhhhh !


Efek kenaikan BBM

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS;2014) berdasar simulasi,  kenaikan Rp 3.000 per liter atau 46 % dari harga saat ini Rp 6.500 per liter bakal memicu kenaikan inflasi langsung sebesar 1,7% pada bulan pertama.

Menurut BPS, Jika kenaikan harga BBM dilakukan pada pertengahan November, maka tambahan inflasi langsung 1,7 % akan terbagi dua pada November dan Desember. Tapi, jika kenaikan dilakukan awal Desember, maka dampak inflasi 1,7 % akan berlangsung pada akhir tahun.

Misalnya inflasi Desember 1 %, maka jika BBM dinaikkan awal Desember, maka total inflasi menjadi 2,7 persen. BPS Memperkirakan, jika BBM naik Rp 1000 perliter maka akan menciptakan inflasi 1,43 %, kemiskinan naik 0,61 % atau sekitar 1.525.000 orang. Dengan analisa BPS seperti ini, maka pertanyaannya adalah, haruskah harga BBM subsidi naik? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar