Minggu, 15 Juni 2014

Substansi Pemahaman Prabowo vs Jokowi Terkait Ekonomi Nasional


Substansi Pemahaman Prabowo vs Jokowi Terkait Ekonomi Nasional
OLEH PRABOWO: Salah satu sumber soal ekonomi kita, termasuk defisit APBN, adalah lemahnya sumber-sumber pendapatan. Taxt yang merupakan 73% dari sumber penerimaan negara, selalu tak mencapai target (dua tahun terakhir). Maka untuk ekspansi fiskal yang jauh lebih luas...perlu penggalian sumber penerimaan lain yang sifatnya tradable dan berbasis pertanian.

Karena sektor pertanian menyerap tenaga kerja sebesar 40,83 juta orang per Februari 2014 atau sekitar 34,55%. "Reasoning Prabowo" soal 2 000.000 ha lahan baru dengan persentasi penyerapan tenaga kerja, sangat mendasar dan terukur. Ada kualitas pertumbuhan ekonomi dalam gagasan Prabowo. Artinya ada linieritas antara pertumbuhan (growth) dan penyerapan tenaga kerja. Dari sisi gagasan visi, Prabowo memiliki brand image secara konseptual dalam membangun sector-sektor penting ekonomi nasional.

Sementara, Jokowi hanya berputar-putar di urusan sistem, tanpa memberikan alasan yang kuat terkait prospek pertumbuhan dan sektor-sektor penopangnya. Bagi yang mementingkan KULIT daripada SUBSTANSI pasti termakan oleh kemasan gagasan Jokowi yang masih dangkal.

Contoh : Yang ditanya moderator pada Jokowi, apa ekspektasi Jokowi dengan defisit APBN dua tahun terakhir, sementara penerimaan negara dari sisi pajak pun terus pengalami penyusutan. Yang mesti di bedah JOKOWI, adalah apa kebijakannya menganai taxt ratio dan sumber penerimaan lain yang sifatnya non pajak…tapi jawaban Jokowi melenting kemana-mana. Ujung-ujungnya KARTU GAGAL itu lagi yang diumbar.

Jokowi punya ekspektasi ekonomi tumbuh 7%..tapi ia tidak mampu memberikan reasoning secara konkret, dengan pertumbuhan yang begitu fantastis itu, sektor apa yang menjadi pemicu nya. Dari sisi fiskal, priorotas apa yang menjadi bantalan anggaran untuk ongkos ekonomi yang semakin besar. Pertumbuhan ekonomi yang besar, membutuhkan biaya ekonomi yang besar pula. Namun dari mana ongkos ekonomi yang besar itu? Gagasan Jokowi tak mampu menjangkaunya.  

Jokowi bicara efisiensi anggaran, tapi ia menjelaskan sektor apa yang mau diefisiensikan. Belanja birokrasikah? Belanja sosial kah atau apa? Atau jangan-jangan Jokowi mau efisiensi belanja sosial? Wah gawat ! Atau pengetatan fiskal yang berdampak pada tidak efektifnya belanja barang dan modal?


Dari sisi pertambangan yang menjadi salah satu sumber strategis penerimaan negara dari sisi PNBP, oleh Prabowo dijelaskan, bila ada kontrak karya pertambangan yang tidak menguntungkan Indonesia, kita perlu secepatnya melakukan renegoisisi, agar harganya sesuai perkembangan harga pasar dunia. Dengan asumsi, bila harga pasar meningkat, maka iklim pasar bisa menguntungkan Indonesa.

Beda dengan cara pandang Jokowi, diamana ia akan menunggu hingga kontrak selesai dan mengkalkulasi untung rugi di belakang. Jadi Jokowi seakan membiarkan kerugian negara dengan masa berlaku kontrak karya pertambangan tersebut. Dengan jawaban “asal” ini, Jokowi terkesan tidak siap.


Jokowi juga gagal menyampaikan pertumbuhan ekonomi 7% tapi apa impact derivative nya? Berapa penyerapan tenaga kerjanya? Sektor apa yang menjadi penopangnya? Jangan-jangan tim ekonomi Jokowi hanyalah kumpulan "Fundamentalism economic growthism?" Mengagum-ngagumkan ekonomi pertumbuhan tanpa rasionalisasi kesejahteraan? Dari sisi pertumbuhan, gagasan Prabowo lebih konkret dan terukur. Jokowi?  NOL besar.

Debat semalam, Jokowi terkesan apologize dengan dua kartu yang juga GAGAL diimplementasikan di Jakarta. Jujur, orang lebih suka pake BPJS dari pada KJS; tidak prospektif dan usianya pendek, karena dalam realisasinya juga melanggar Perpres 54/2010 tentang pengadaan barang dan jasa. []


Tidak ada komentar:

Posting Komentar