Opa Kimin kakek saya di Alor. Ia tamat Sekolah Rakyat
(SR). Usianya menjelang 80 tahun, tapi trombosit politiknya masih bagus. Makan
sirih pinang, sambil dengar Radio Republik Indonesia (RRI ), adalah
ritual Opa Kimin sejak saya SD. Yang ia kenal tentang tokoh Indonsia
hanya dua orang; yaitu Soeharto dan Harmoko. Soeharto karena Presiden RI; dan
Harmoko karena setiap hari berpidato di RRI. Kakek saya menyebut Harmoko dengan
“hari-hari omong kosong”.
Pilpres 2014 adalah pilpres kesekian kali bagi Opa
Kimin. Kasarnya, mungkin ia sudah kenyang dengan pemilu. Namun di usia
menjelang magrib itu, tak mengurung minatnya tentang politik.
Opa Kimin bisa berulang-ulang membahas pidato Harmoko
di RRI tentang kenaikan harga minyak tanah. Meski selama itu pula, sirih pinang
dan tembakau harus dikunyanya berganti-ganti. Tanah, tembok dan kursi menjadi
sasaran merah air sirih pinang yang disemprotnya secara liar. Semakin tinggi
nada omongan politiknya, semakin banyak pula sirih pinang yang dikunya-nya.
“Cucu….itu koin-koin (quick count maksudnya)
dukun dari tanah Jawa ko? Kenapa ko pemerenta belum umum, dia su tau duluan,
dia Suanggi ko? Apa punya ee?”
Dengan handphone menempel di telinga, saya diam cukup
lama dan bingung, bagaimana caranya menjelaskan quick count pada Opa Kimin.
Lantas saya jelaskan secara sederhana ;
“Opa..itu koin-koin (quick count) tu… dong buat
supaya dong ukur calon presiden mana yang punya peluang menang. Tapi dia
pung hasil yang sebenarnya, nanti tanggal 22 Juli baru kita bisa dapat tau
jelas.”
Dengan penjelasan sederhana itu, akhirnya Opa Kimin
faham. Kata Opa :
“Ooo begitu ka cucu…sa pikir koin-koin tu
Suanggi dari tanah Jawa sana, ko dia duluan tau hasil pilpres…kalau tidak
na cucu kirim tiket ko.. Opa pi Jawa sana baru kita baku makan
dengan itu koin-koin….ko dia bikin diri jago-jago na… Dia belom tau Suanggi
Alor ka?”
Setelah sedikit faham dengan penjelasan sederhana
saya, Opa Kimin lalu berujar; “Cucu bilang begitu baru jelas..kalau tidak na..
kita di Alor sini mau baku makan gara-gara dong bilang Jokowi su menang”
Saya bisa memaklumi selerah politik Opa yang melekat
ke sosok Prabowo. Pasalnya, Opa Kimin ini Nelayan…semasa masih kuat, ia
sering ke Timur-Timur (Dili)mengais rejeki sebagai nelayan.
Di sanalah ia kenal Prabowo dan kebanyakan prajurit
TNI yang bertugas di Timor-Timur. Waktu itu Prabowo bertugas di daerah operasi
Batalyon 328 pada tahun 1989/1990. Seperti Nelayan Baranusa-Alor pada umunya
yang mengais rejeki di Dili, mereka kenal, bahkan dekat dengan tentara, karena
sering berbagi hasil tangkapan dengan para prajurit itu.
Kalau Opa Kimin pulang dari Dili, oleh-olehnya khas,
tak luput ransum TNI, biscuit TNI, baju dan celana tentara. Meski tak begitu
dekat dengan Prabowo, tapi Opa Kimin mengenalnya, karena sering membawa hasil
tangkapan ke mess TNI, tempat dimana Prabowo tinggal.
Kata Opa Kimin, Prabowo paling suka ikan kakap Merah.
Hubungan pintas masa lalu dengan Prabowo itulah, membuatnya mati-matian
mendukung mantan tentara itu sebagai Presiden RI.
Masa kanak-kanak kami di rumah, selalu diisi kisah-kisah
keakraban Opa Kimin dan tema-teman nelayannya dengan tentara di Dili. Sebagai
pendatang di daerah konflik, mereka merasa terlindungi tentara.
Rupanya menjelaskan quick count pada Opa Kimin
di Alor yang mulai pikun, jauh lebih mudah dari pada menjelaskan quick count
pada kebanyakan orang di sosial media--- yang menganggap quick count
adalah hasil mutlak pilpres 2014.
Sampai-sampai ada teman saya memposting begini :
Karena capres Jokowi-JK menang di delapan (8) lembaga Survei sementara
Prabowo-Hatta cuma menang di empat (4) lembaga survei, jadi Jokowi-JK lah
pemenang pilpres kali ini. Saya bayangkan, bila semakin banyak orang punya
persepsi sefatal teman saya ini, lantas mau jadi apa demokrasi yang dibikin
seperti mi instan rebus?
Tapi saya merasa puas, karena Opa Kimin yang cuma
tamat SR, jauh lebih jenius dan wise. Ia mampu menahan diri, meski
harapannya agar Prabowo jadi Presiden RI ke-7 terus menyala. Radio usang, dan
makanan pemompa inspirasi (Sirih pinang), cukup membuat ia lebih tenang dan
dinamik. Opa Kimin sadar, bahwa politik itu benar dan baik bila semua orang
bisa menahan keserakahan---termasuk keserakahan untuk berkuasa. Salam []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar