Jumat, 11 Juli 2014

Opa Kimin di Alor dan Quick Count Pilpres 2014


Opa Kimin kakek saya di Alor. Ia tamat Sekolah Rakyat (SR). Usianya menjelang 80 tahun, tapi trombosit politiknya masih bagus. Makan sirih pinang, sambil dengar Radio Republik Indonesia (RRI ), adalah  ritual  Opa Kimin sejak saya SD. Yang ia kenal tentang tokoh Indonsia hanya dua orang; yaitu Soeharto dan Harmoko. Soeharto karena Presiden RI; dan Harmoko karena setiap hari berpidato di RRI. Kakek saya menyebut Harmoko dengan “hari-hari omong kosong”.  

Pilpres 2014 adalah pilpres kesekian kali bagi Opa Kimin. Kasarnya, mungkin ia sudah kenyang dengan  pemilu. Namun di usia menjelang magrib itu, tak mengurung minatnya tentang politik.
Opa Kimin bisa berulang-ulang membahas pidato Harmoko di RRI tentang kenaikan harga minyak tanah. Meski selama itu pula, sirih pinang dan tembakau harus dikunyanya berganti-ganti. Tanah, tembok dan kursi menjadi sasaran merah air sirih pinang yang disemprotnya secara liar. Semakin tinggi nada omongan politiknya, semakin banyak pula sirih pinang yang dikunya-nya.   

Riuhnya hasil quick count di pilpres 2014, ikut memantiknya. Saya memahaminya; karena Opa punya passion yang cukup tinggi tentang politik. Hingga kemarin sore, Opa Kimin berusaha menghubungi saya lewat handphone paman Halim. Dengan suara terbata-bata lewat handphone,ia bertanya pada saya :
“Cucu….itu koin-koin (quick count  maksudnya) dukun dari tanah Jawa ko? Kenapa ko pemerenta belum umum, dia su tau duluan, dia Suanggi ko? Apa punya ee?”

Dengan handphone menempel di telinga, saya diam cukup lama dan bingung, bagaimana caranya menjelaskan quick count pada Opa Kimin. Lantas saya jelaskan secara sederhana ;
“Opa..itu koin-koin (quick count) tu…  dong buat supaya dong ukur calon presiden mana yang punya peluang  menang. Tapi dia pung hasil yang sebenarnya, nanti tanggal 22 Juli baru kita bisa dapat tau jelas.”

Dengan penjelasan sederhana itu, akhirnya Opa Kimin faham. Kata Opa :
“Ooo begitu ka cucu…sa pikir  koin-koin tu Suanggi dari tanah Jawa sana, ko dia duluan tau hasil pilpres…kalau  tidak  na cucu  kirim tiket ko.. Opa pi Jawa sana baru kita baku makan dengan itu koin-koin….ko dia bikin diri jago-jago na… Dia belom tau Suanggi Alor ka?”

Setelah sedikit faham dengan penjelasan sederhana saya, Opa Kimin lalu berujar; “Cucu bilang begitu baru jelas..kalau tidak na.. kita di Alor sini mau baku makan gara-gara dong bilang Jokowi su menang”
Saya bisa memaklumi selerah politik Opa yang melekat ke sosok Prabowo. Pasalnya,  Opa Kimin ini Nelayan…semasa masih kuat, ia sering ke Timur-Timur (Dili)mengais rejeki sebagai nelayan.

Di sanalah ia kenal Prabowo dan kebanyakan prajurit TNI yang bertugas di Timor-Timur. Waktu itu Prabowo bertugas di daerah operasi Batalyon 328 pada tahun 1989/1990. Seperti Nelayan Baranusa-Alor pada umunya yang mengais rejeki di Dili, mereka kenal, bahkan dekat dengan tentara, karena sering berbagi hasil tangkapan dengan para prajurit itu.

Kalau Opa Kimin pulang dari Dili, oleh-olehnya khas, tak luput ransum TNI, biscuit TNI, baju dan celana tentara. Meski tak begitu dekat dengan Prabowo, tapi Opa Kimin mengenalnya, karena sering membawa hasil tangkapan ke mess TNI, tempat dimana Prabowo tinggal.

Kata Opa Kimin, Prabowo paling suka ikan kakap Merah. Hubungan pintas masa lalu dengan Prabowo itulah, membuatnya mati-matian mendukung mantan tentara itu sebagai Presiden RI.
Masa kanak-kanak kami di rumah, selalu diisi kisah-kisah keakraban Opa Kimin dan tema-teman nelayannya dengan tentara di Dili. Sebagai pendatang di daerah konflik, mereka merasa terlindungi tentara.

Rupanya menjelaskan quick count pada Opa  Kimin di Alor yang mulai pikun, jauh lebih mudah dari pada menjelaskan quick count pada kebanyakan orang di sosial media--- yang menganggap quick count adalah  hasil mutlak pilpres 2014.

Sampai-sampai ada teman saya memposting begini : Karena capres Jokowi-JK menang di delapan  (8) lembaga Survei sementara Prabowo-Hatta cuma menang di empat (4) lembaga survei,  jadi Jokowi-JK lah pemenang pilpres kali ini. Saya bayangkan, bila semakin banyak orang punya persepsi sefatal teman saya ini, lantas mau jadi apa demokrasi yang dibikin seperti mi instan rebus?   

Tapi saya merasa puas, karena Opa Kimin yang cuma tamat SR, jauh lebih jenius dan wise.  Ia mampu menahan diri, meski harapannya agar Prabowo jadi Presiden RI ke-7 terus menyala. Radio usang, dan makanan pemompa inspirasi (Sirih pinang), cukup membuat ia lebih tenang dan dinamik. Opa Kimin sadar, bahwa politik itu benar dan baik bila semua orang bisa menahan keserakahan---termasuk keserakahan untuk berkuasa. Salam []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar