Minggu, 20 Juli 2014

Bukan Presiden "Plangak-plongok"



Siapapun Presidennya, 2015 harga BMM pasti naik. Pasalnya pada APBN-P 2014, pemerintahan SBY mengalihkan tagihan pembayaran utang subsidi (carry over) sebesar Rp.46,3 triliun menjadi jatuh tempo pada tahun 2015.

Sejatinya diakhir tahun 2014 BBM bersubsidi sudah naik harga, akibat pemangkasan anggaran subsidi agar tidak terus membebani APBN. Namun demi menjaga “wajah pemerintahanb SBY” utang subsidi itu di-carry over ke tahun 2015. Wajah SBY tak tercoreng dan terselamatkan diakhir kepemimpinannya !  


Sejatinya juga, pemerintah  mudah saja menutupi lubang kebocoran anggaran BBM subsidi itu, bila pemerintahan baru  punya extra effort. Misalnya, tiap tahun APBN yang terpakai untuk membayar subsidi bunga obligasi rekap BLBI Rp. 80 triliun (dijaman pemerintahan Megawati Soekarno Putri) dihentikan. Katakanlah bila tagihan pembayaran anggaran BBM subsidi 2015 sebesar Rp. 46,3 triliun, maka kita masih mampu menyisihkan anggaran sebesar Rp. 33,7 triliun dari total bunga obligasi rekap Rp.80 triliun.

Agar menjadi catatan kita. setiap tahun rakyat membayar subsidi bunga obligasi rekap Rp.80 triliun rupiah hingga jatuh tempo dan menebus pokok obligasi itu pada 2033, yang kemudian diperpnjang lagi menjadi 2043. Bayangkan, betapa kejamnya pemerintah saat itu, bila bunga utang para maling dan bandit-bandit peliharaan penguasa dibayar dengan uang rakyat. ! sadis, kejam dan bengis ! Siapa penguasanya, kala praktek kejahatan terhadap negera ini dilakukan?

Utang BLBI tersebut juga menjadi biang membengkaknya utang negara hingga empat kali lipat sejak 1998 menjadi 2.000 triliun rupiah. Inilah buah karya Mantan presiden asal PDIP Megawati Soekarno Putri. Mantan presiden dengan karya utang teranyar seumur-umur Indonesia dan diwariskan ke Presiden petugas partai (kalau terpilih).

Anggaran BBM bersubsidi senilai Rp. 46,3 triliun ini menjadi beban fiskal cukup berat bagi pemerintahan baru. Belum lagi menghadapi potensi kebocoran anggaran BBM bersubsidi di tahun aktual (2015) yang juga akan membuat fiskal kita tidak ekspansif.

Artinya, untuk memberikan ruang fiskal, agar APBN tidak terbebani (defisit tidak melebar), maka pemerintahan baru harus memangkas anggaran BBM bersubsidi, artinya harga BBM bersubsidi ikut terkatrol.

Ini menjadi uji kesahihan bagi pemerintahan baru, karena harus memikul utang beban kebocoran BBM subsidi bernilai triliunan. Mau tak mau, dampak turunan kenaikan BBM subsidi akan ikut mengerek inflasi, dan makin banyak orang hampir miskin (near poor) akan tersungkur dan jatuh ke dalam lubang kemiskinan akibat inflasi. Tak dapat dipungkiri, bahwa setiap terjadi kenikan inflasi satu persen saja, akan berkontribusi secara nyata terhadap jumlah orang miskin di Indonesia.

Penolakan atas kenaikan BBM pasti akan terjadi dimana-mana, dan pemerintahan baru akan disambut aksi delegitimasi sosial masif, akibat politik BBM yang krusial nanti ditahun 2015. Percaya tak percaya kondisi ini akan terjadi.

Disinilah kita saksikan daya ketahan_malangan kepala negara baru diuji. Kalau presidennya plangak-plongok dan mencla-mencle, bisa jadi ditahun 2015 itu tahun yang keruh oleh ketegangan sosial politik. Mahasiswa akan turun ke jalan, amuk rakyat sulit dilerai dan menagih janji “presiden pilihan rakyat”.

Potensi kisruh ekonomi yang menganga didepan kita itu, diperparah lagi dengan berbagai ragam rencana program belanja pemerintahan baru yang menggunung. Misalnya rencana pembangunan tol laut, pembelian Drown plus buy back satelit Indosat dan program-program spektajuker lainnya.

Namun anehnya, disaat yang sama, kita tak mendapatkan enlightenment dari mana bantalan anggaran untuk program-program sebesar itu? Jatuh dari langit? Kalau bukan utang baru, lalu apa? Tentu disaat yang sama, rakyat ikut plangak-plongok dan bertanya, mana presiden dari rakyat itu? Semoga bukan presiden Plangak-plongok. []


  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar