Jumat, 06 Maret 2015

Gurih Ikan Bakar Kupang Menyengat Lida


Rabu, 07 Maret 2013, hujan yang menggempur kota kupang selama dua minggu non stop, tak menggentar niat saya melahap ikan bakar khas Kampung Solor-Kota Kupang-NTT. Memang ini kedua kali saya menyambangi pasar malam Kampung Solor. Tapi sebelumnya saya tak begitu khusuk mencicipi ikan bakar khas Kampung Solor itu.
 
Kira-kira awal februari 2012, dan pasar malam Kampung Solor belum dipindahkan ke sebelah gedung pabrik Es peninggalan kolonial Belanda di Kupang . Saya dan beberapa teman-teman dari Jakarta agak sedikit kesal. Ketika kami sedang asik-asik makan ikan bakar, lampu neon yang digunakan di tenda itu padam. Parahnya, lampu neon tak bisa dinyalakan setelah kami mengunggu beberapa lama.

Belum juga kami mendaki puncak kenikmatan bumbu-bumbu ikan khas Kupang, terpaksa harus menahan selera yang menggila itu, karena tak mungkin makan ikan di tengah kegelapan.  Saya melihat garis wajah penasaran beberapa teman yang terpaksa menahan keinginan untuk menghisap tulang dan kepala ikan yang segar-segar itu. Soalnya sebelum mendarat di Kupang, saya berpepsan, belum lengkap rasanya ke Kupang, kalau kalian belum menghisap kepala Ikan bakar di pasar malam Kampung Solor.

Tapi kemarin Rabu 7/3/2013, saya ngotot di tengah gemuruh hujan petir yang mengganas di kota Kupang. Dengan mobil sewaan Kijang Inova, kami pun meluncur ke kota yang letaknya di pesisir Kota Kupang itu.

Dengan bermodal payung kecil, kami menyisir satu demi satu aneka ikan yang disuguhkan.  Rasa sakit akibat patah tulang pada lengan kiri saya pun seakan mengalah dan berdamai dengan selera makan yang terus menohok malam itu.

Ada ikan kakap, ikan kombong, ikan tuna dan ikan kerapu. Semuanya ikan laut segar. Di kupang tak ada ikan air tawar hasil tambak seperti di Jakarta. Ikannya masih segar. Saya bisa melihat itu dari Insang ikan yang masih merah, ekornya terlihat kaku dan bengkok. Artinya ikan itu baru saja ditangkap. Bahkan ada beberapa ekor ikan yang ketika diangkat dari fraser, ekornya masih bergerak. Sambil menunggu, dalam hati saya berkata, "ini baru ikan". 

Sambil melihat si penjual membakar ikan, ekor mata saya pun melihat dengan penuh penasaran, kira-kira apa saja yang akan mengiringi makan besar kami malam ini? Ternyata gayung bersambut, lalapan yang sudah disiapkan memompa kegilaan selera makan saya malam itu.

Ada terong bakar segar yang disiram dengan jeruk purut. Terongnya dibakar setengah matang. Saat terong itu dibakar, kulitnya terbelah karena matang, dan menetskan air ke dalam bara api dengan aroma bercampur bumbu yang tak saja menyengat hidung, tapi sekaligus bikin ngiler. Saking nikmatnya, saya nambah tiga kali terong bakarnya. Padahal ikan bakarnya belum disuguhkan.

Setelah menambah tiga kali terung bakar, akhirnya ikan yang kami pesan pun disuguhkan. Aroma rempa-rempa khas kupang begitu terasa. Saya tak sempat bertanya pada si penjual bumbu apa saja yang diracik, karena hujan dan berisik. Tapi ketika pertama mencicipi ikan bakar malam itu, kuping saya tersa bergerak tak karuan.

Orang Kupang bilang "ini ikan berani bumbu". Selain ikannya segar dengan minyak daging ikan yang masih terasa gurih, tapi perpaduan bumbunya pun menukik kesegaran ikan bakar hingga begitu membakar selera. Bumbu-bumbunya terasa memandu lidah kita untuk memaknai kesegaran ikan di perairan kota Kupang.

Memang benar-benar moi dan maknyos ikan bakar khas kota Kupang. Belum lagi sambal terasinnya yang pedas menyengat. Malam itu hujan dari pukul 18.00 Wita, udara dingin, di bawah kaki kami tergenang air jernih (banjir),  sendal bahkan ujung kaki saya lembab.

Tapi pedasnya  bumbu yang menyegat malam itu, memompa keringat dari ubun-ubun saya. Keringat kenikmatan. Orgamse cita rasa yang sempurna. Sambil menarik sebatang rokok Sampoerna sebagai penutup makan malam, saya menarik napas dalam-dalam,.hmmm sebaiknya sering-sering ke Kupang.

Kampung Solor, tak saja menimbun segudang cita rasa kuliner dan ikan bakarnya, tapi menyimpan bait demi bait syair cinta yang pernah saya dendangkan pada gadis pujaan semasa kuliah dulu di Kupang. Kupang masih tetap menggoda. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar