Selasa, 09 September 2014

Ribut Mobil Menteri, Jokowi Alihkan Isu Kenaikan BBM !

Pengalihan isu yang garing. Ketika riuh publik terkait rencana kenaikan BBM subsidi pemerintah mendatang (Jokowi-JK) membuncah, tiba-tiba Jokowi mengulik penentangannya terhadap pengadaan mobil menteri di media.

Oleh media mainstream yang selama ini menjadi punggawa pencitraan Jokowi, membikinnya jadi berita heboh dan cak adul. Logika prosedural kita tentang anggaran belanja pemerintah lantas diobrak-abrik oleh bombastis media yang kerap menutup dan mengganti isu.


Kalau mau disoalkan, mestinya kita bertanya, kemana saja partai pendukung Jokowi-JK di parlemen saat anggaran pengadaan mobil menteri itu dibahas? Kenapa baru protes sekarang? Kenapa tak dari dulu, sejak anggaran itu diusul pemerintahan (SBY)?

Toh pengadaan mobil mentrei itu telah mengikuti tahapan prosedural penganggaran. Mulai dari usulan pemerintah ke DPR dan dibahas bersama, disetujui hingga anggaran tersebut menjadi DIPA yang siap dibelanjakan pemerintah. Bukankah Jokowi sangat paham mekanisme seperti ini?

Mestinya Jokowi menanyakan pada PDIP, PKB dan Hanura (partai pendukungnya), bahwa apakah mereka turut menyetujui ketika anggaran pengadaan mobil menteri itu nyentol di DPR? Bukan ujuk-ujuk presiden asal PDIP itu mencari sensasi tak subtantif dan gaduh seperti hari ini. Padahal ada soal lain yang jauh lebih serius, yaitu rencana kenaikan harga BBM.

Dus apa namanya kalau bukan pengalihan isu, bila anggaran yang legal, prosedural diprotes tak karuan. Anehnya, hal ini dilakukan disaat-saat masyarakat cemas dan gelisah atas rencana kebijakan Jokowi terkait kenaikan harga BBM. Mana yang lebih serius dan urgen dalam waktu dekat? Kenaikan BBM yang sebentar lagi, atau pengadaan mobil menteri yang sudah prosedural sesuai mekanisme anggaran?

Saran saya, sebaiknya Jokowi tak terlalu sering bermain dalam zona pencitraan, karena tak semua soal melulu dipakai untuk mencari insentif pencitraan. Ada soal serius kerakyatan yang harus diperjelas. Misalnya, apa benar harga BBM subsidi terkerek 40%, seperti rencana tim transisi Jokowi-JK.

Ini badai ekonomi yang membutuhkan cadangan nafas Jokowi untuk menjawab pertanyaan publik sesuai janjinya "pro rakyat". Kalau misalnya Jokowi ngebet terus dicitrakan baik oleh publik, ada moment yang tepat.

Misalnya; BBM tak jadi naik harga, karena Jokowi punya konsep yang kuat tentang menambal defisit anggaran. Kalau BBM tak jadi naik, itu baru benar-benar hebat dan dikasih jempol tangan dan kaki oleh rakyat, bukan menciptakan momen baru pencitraan yang tak elok, atau mencari-cari kesalahan pihak lain.

Dalam jarak waktu tak begitu jauh setelah menang pilpres 2014, Jokowi sudah dua kali memproduksi anomali akut, pertama : Memaksa SBY menaikan harga BBM, dan kedua mempersoal pengadaan mobil menteri yang sudah final dan prosedural anggarannya. Stop pengalihan isu ! Aneh !



Tidak ada komentar:

Posting Komentar