Kata-kata relawan pada momentum politik praktis, acap kali dipakai untuk
membumbui kerja politik, bahwa seolah-olah figur politik tertentu, memiliki
akseptabilitas yang luas di ranah sosialnya. Istilah relawan, mengandaikan,
bahwa seseorang mendapatkan respon yang luas menjadi pemimpin. Olenya itu, masyarakat
secara suka rela, bekerja membantunya, dan memperjuangkannya sebagai pemimpin.
Di momentum pileg dan pilpres 2014, istilah “relawan” menyemarakan panggung
politik. Meski kita mengiranya, karena relawan berarti tanpa digaji dan tanpa
insentif apapun. Karena mereka bekerja secara suka rela, maka tenaga, waktu dan
biaya, semuanya disumbangsihkan. Intinya tanpa pamrih; ikhlas mengharapkan pahala dan surga.
Begitulah kira-kira, pemahaman relawan. Istilah relawan justru menemukan kesumirannya, ketika ujung-ujungnya, relawan minta digaji, dibiayai atau minta jatah jabatan (apapun). Lebih gelinya, ketika relawan terus ingin menjadi relawan, meski kerja-kerja taktis sebagai relawan sudah usai.
Misalnya; Boni Hargens dan “segerombolan” orang datang ke kantor transisi
Jokowi, minta ikut bekerja sebagai tim transisi. Boni pun menghitung-hitung;
semua yang sudah diabdikan pada Jokowi. Padahal, kerja-kerja taktis relawan
sudah usai. Artinya, Boni cs, juga sudah selesai mengabdikan dirinya pada
Jokowi-JK. Boni sudah saatnya kembali ke kampus, setelah sebentar gawe politik.
Lalu ketika Boni cs datang menyeruduk kantor transisi Jokowi minta ikut
terlibat dalam tim transisi, maka segera tindakan momok itu, mengkonfirmasi
kita, bahwa Boni cs, bukanlah relawan sebagaimana maknanya. Boni cs, hanyalah pemburu
politik, yang memanfaatkan istilah relawan sebagai pintu masuk pusaran
kekuasaan.
Tingkah menggelikan Boni cs, menjelaskan bahwa mereka bukan relawan ! Mereka
adalah buruh politik outsourcing yang
protes keras ketika masa kerjanya usai,
tanpa pasangon dan tanpa insentif apapun.
Dalam ranah politik praktis, sederhananya bisa didefinisikan begini; Boni
Hargens cs, selama masa pilpres 2014, sudah mati-matian meng-opinikan Jokowi ke publik
secara positif,lalu sekarang meminta imbalan. Bungkusannya “hanya ingin
terlibat dalam tim transisi Jokowi”. Ini gaya lama; garing, basi dan tak
memberikan manfaat.
Maka ketika Boni Hargen mempertontonkan kekerdilannya; menantang debat Amin
Rais soal pilpres, saya justru menaruh curiga, bahwa ini kredit poin besar bagi
Boni, dan tentu bayarannya tak sedikit, karena derajat perdebatan pun cukup
tinggi; yakni dengan tokoh sentral Prabowo-Hatta. Artinya; tak ada yang gratis
bagi relawan seperti Boni. Hari ini Boni memperlihatkan itu.
Menurut saya, Boni cs berandil merusak istilah relawan, karena istilah
relawan; khususnya dalam momentum politik, menempati derajat kemuliaan, ketika
disaat semua orang menaggap politik selalu mepet dengan uang, imbal materi dan
jabatan. Istilah relawan muncul, dan menegaskan pada kita, bahwa para relawan
adalah orang-orang ikhlas yang berjuang karena nilai, karena figur yang
dianggapnya perlu dibantu secara suka rela (ikhlas). Bukan demi sesuatu… woo la laaaaa…!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar