Sabtu, 05 Juli 2014

"Bahaya Laten" Anarkisme PDIP

Kalau Jokowi pemimpin yang baik, pastilah ia mampu menahan tumpahan emosi kader dan simpatisan PDIP. Penyerangan terhadap kantor biro Tv One kemarin, adalah gejala anarkisme dan infantilisme Jokowi (baca pernyataan Jokowi terhadap aksi penyerangan tv one). Peristiwa itu menjadi momok menakutkan bagi dunia jurnalisme. Sebagai pemimpin, Jokowi mestinya cekatan, memahami isu dan potensi ledakan kekerasan di internal gerbongnya.

Ketakmampuan Jokowi meredam ledakan emosi kadernya, adalah "suatu pertanda" bahwa Indonesia berada dalam potensi keretakan serius, bila dipimpin Jokowi. Saya membayangkan, meredam gejolak kader sekecil itu saja Jokowi tak mampu, apalagi, bila suatu waktu, Jokowi harus ambil sikap meredam konflik-konflik domestik berskala besar?  Ataukah aksi kekerasan kemarin, adalah bagian dari cara pandang Jokowi "Kita bikin ramai?"

Sikap oknum kader PDIP yang brutal itu, segerah meyakinkan kita, bahwa revolusi mental yang didegung-dengungkan Jokowi, hanyalah pepesan kosong. Ide itu (revolusi mental), muncul di tengah-tengah kegersangan daya fikir dan daya wacana Jokowi; yang waktu itu digadang-gadang "capres miskin ide".

Revolusi bodong
Tak mengakarnya ide revolusi mental dalam diri kader, menyebabkan segala sesuatu ditafsirkan dengan kekerasan. Tafsir kekerasan itu kian masif dan terlembagakan, manakal salah satu elit PDIP menyerukan "siaga satu dan kepung Tv One". 

Idiom-idiom militerisme yang acap kali dimurkai PDIP, kini dipakainya sebagai pemungkas dalam merespon isu-isu media tentang PDIP. Penggunaan idiom-idiom militerisme itu, kemudian mambuat kita membacanya secara terbalik, bahwa justru doktrin kekerasan PDIP lebih berbahaya dibandingkan doktrin kekerasan militerisme itu sendiri.

Peristiwa penyerangan oknum PDIP ke Tv One yang menjadi momok di jagat jurnalisme itu, kini membuat kita menakar ulang pemahaman Jokowi dan kader PDIP umumnya terhadap terminologi revolusi mental. 
Dalam tafsiran saya, pesan revolusi mental lebih pada mendekatkan sisi orisinalitas kemanusiaan pada sistem politik dan pemerintahan. Termasuk di dalamnya ; memaknai dinamika politik secara elegan dengan kadar rasionalitas yang mumpuni. Tidak main anarkis. Maka tindak tanduk kekerasan yang berpretensi teror dan menekan itu, seakan "meludahi" kata-kata "revolusi mental" yang kerap membusa dari dalam lobang mulut Jokowi

Alhasil, dalam watu sebentar ini (pemilu 2014), kita tak menemukan efek "revolusi mental" itu dalam sikap dan tindak-tanduk kader PDIP menyikapi  isu-isu media yang disasarkan padanya. Aksi kekerasan dan anarkisme di kantor biro Tv One---menerangkan pada kita, bahwa "bahaya laten" kekerasan itu sudah nyata; PDIP memulainya? Wallahu'alam 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar