Peta
politik koalisi dua capres (Jokowi & Prabowo) bersiliweran di media. Dari pengamat
ini dan itu. Ada juga pengamat ini; itu. Namanya juga pengamat, pagi omong ini
dan sore omong itu. Yang diomongin itu-itu juga. Apalagi kalau bukan soal cawapres
Prabowo dan Jokowi. Kalau kompasioner seperti kita, hanya menjadi bagian
keramaian saja. Tak perlu serius sekali, dan jangan terlampau apatis juga.
Biasa-biasa saja. Kecualis pasukan nasi bungkus. Boleh serius sekali dan boleh
marah sekali dengan tulisan. Wajar.
Kemarin Rabu (14/5/14), Prabowo menyambangi rumah PAN. Kedatangan Prabowo itu tepat acara rakernas PAN. Prabowo dan HR bersalaman. Salaman tanda jadi. Pilihan Prabowo jatuh ke HR. Tentu banyak pertimbangan. Selain berpengalaman di pemerintahan, HR representatif mewakili semua kelompok.
Begraound
sosial HR tak beda jauh dengan kultur PAN yang dibesutnya. Lihatlah PAN, meski
secara historis memiliki basis sosiologis Muhammadiyah, tapi mengakomodir semua
kelompok sosial ke dalam partai berlogo matahari itu. HR negarawan yang religius.
Empat atau lima kali di pemerintahan, membuat HR matang menata republik ini.
Ia (HR)
sosok bertangan dingin. Ditangannya sebagai Menko Ekonomi, pertumbuhan ekonomi
Indonesia berjalan baik. Meski di awal 2013, efek getar negara-negara emerging
market lain yang goyah ekonominya tak berpengaruh ke Indonesia.
Roda
ekonomi kita bergerak positif. Investasi tumbuh pada titik keseimbangan sesuai
ekspektasi. Meski defisit neraca perdegangan sempat membuat ekonomi kita
mengalami depresi. Tapi diakhir tahun 2013 kita kembali mengalami surplus.
MP3EI yang digagasnya memberikan jiwa bagi tumbunya investi bagi infrastruktur
dasar di sektor-sektor penting ekonomi nasional.
Jelas
sudah sikap Gerindra dan PAN. Prabowo menjatuhkan yang tepat. Pilihan yang
tepat adalah sebuah kemenangan. Kemenangan menjatuhkan pilihan.
Selain
PAN, Prabowo juga menggandeng PKS dan PPP. Tadinya PPP merapat ke PDIP, tapi kaburnya
sikap PDIP menentukan cawapres, PPP memilih hengkang. Kabarnya PPP keukeuh
menginginkan JK mendampingi Jokowi. Tapi riak politik yang kuat di tubuh PDIP,
membuat nama JK pental dari arus bursa cawapres. Dan saat ini kabar JK masih kabur.
Kalau
benar demikian, maka sudah bisa dibaca, JK yang “economic intrest” nya sangat
pribumi, tentu bersilang sengkarut dengan kepentingan di belakang Jokowi yang
ramai dikerumuni pengusaha bermerek X.
Dua
faksi kepentingan yang contrast dan susah dikawinkan. Meski beberapa pengamat
mentaksasi, bila Jokowi menggandeng JK, pasangan ini akan flowing di pilpres juli 2914. Kendatipun begitu, JK bukanlah cuma soal
angka politik dan politik di atas kertas. Ini soal lapak dan hegemoni bisnis.
Belum lagi hadirnya Golkar yang sedikit banyak bergesekan dengan teman lama
(Partai NASDEM). Bukan tidak mungkin, Jokowi dan PDIP akan ada di tengah-tengah
dua gelombang politik yang riak dan derunya sama kuat. Bukan tidak mungkin juga,
bila di dua belahan riak itu, ranjau-ranjau politik bisa mengoyak tubuh
koalisi.
Koalisi
tambun menjadi beban sendiri bagi PDIP untuk menentukan sikap siapa pendamping
Jokowi. Dari jauh si banteng sempoyongan dengan beban koalisi di pundaknya. Belum
lagi PKB yang pagi butah sudah menyodor calon mentri. Golkar dimenit-menit
terakhir merapat ke PDIP, setelah nyaris tersangkut di sayap garuda. Ini
koalisi hasil kepanikan.
Yang
belum nyata sikapnya Hanura dan Partai demokrat. Tentu keduanya tak
memungkinkan poros baru koalisi. Selain daya ideologisnya tak seksi, pun tak
memenuhi presidensial threshold 25 persen suara pemilih. Kedua partai ini
dipimpin dua jenderal (purn) beda prestasi. Persenyawaan idelogi sebagai alumni
tentara, bisa-bisa menjadi magnet kuat kedua partai ini merapat ke Prabowo.
Tapi lagi-lagi segala kemungkinan bisa terjaga, bila kepentingan sudah saling
terelaborasi. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar