Peratam-tama jangan dikira tulisan ini ada kaitannya dengan “Sepatu Dahlan”.
Film yang ingin mengupas rekam jejak mentri BUMN yang yang kini berpumpun di partai demokrat (PD) itu.
Partai yang tiba-tiba jeblok perolehan suaranya di pemilu 9/4/14. Lalu digosip, konvensi capres PD berganti judul konvensi cawapres PD. Efek SBY terkapar diujung jempol kaki Jokowi efek.
SBY dan Jokowi ini persis efek heterodin. Efek bayangan oleh dua gelombang
politik beda frekuensi. Frekuensi pencitraan media Jokowi lebih dahsyat energi elektoralnya.
Sementara gelombang frekuensi kepemimpinan SBY, diwarnai korupsi orang-orang di
sekitarnya.
Dulu kemasan SBY juga setali tiga uang dengan Jokowi. Dua-duanya menyembul dari perut media. Maksudnya indsutri berita. Atau kasarnya korban media “latah”.
Dua-duanya punya efek bayangan. Efek Jokowi memompa energi elektoral. Sementara
efek SBY mengilar potensi elektoral partainya
di pemilu 2014.
Entah kenapa, kapal demokrat ini hanyut di pemilu 2014. Jangkar partai tak
begitu mendasar di hati publik. Entah jangkar apa yang dipakai?
Jangkar buritan? Jangkar cemat? Jangkar haluan atau jangkar keruk?
Yang jelas di pemilu 2014, partai demokrat tak mampu menjangkau suasana kebatinan
publik. Lalu apa? PD sekarang tak seindah dulu. PDIP mengulum madu, PD melepeh
racun.
Padahal Jokowi, elit PDIP, SBY dan elit PD, sama-sama pake sepatu. Sepatu
kekuasaan. Yang satu cuma gubernur, yang satu presiden. Lalu ketika
kedua-duanya pergi kampanye, selalu dihormati sebagai presiden dan gubernur
yang pake sepatu kekuasaan. Dua-duanya pernah memenangi pilihan politik rakyat.
Hitung-hitung menggunakan publisitas sebagai pejabat negara untuk menggaet
pilihan politik rakyat. Semoga ini bukan korupsi image.
Kelebihan Jokowi adalah, ia juga mengkorup ekspektasi warga Jakarta.
Warga
Jakarta yang menginginkannya sebagai gubernur lima tahun, dikorup sedemikian
rupa menjadi 1,5 atau 2 tahun karena ingin jadi presiden.
Tapi rakyat yang selalu ingin pemimpinnya lihat ke bawah, kerap juga
melihat bagian kaki para pejabat asal partai itu. Bagian alas kaki para pejabat
yang suka menyebut namanya pemerintah, atau yang suka beri perintah.
Pertama-tama yang dilihat adalah sepatu pejabat.
Tentu ketahuan, 27 kader PDIP dan 17 kader PD yang pernah manggung di
parlemen sudah pake sepatu korup. Sepatu yang bila dipakai bisa loncat ke semua
kementrian/lembaga (K/L). Bukan asal loncat, tapi sekali loncat bisa meraup ribuan
dollar US.
Persoalannya, siapa yang kelak pake sepatu korup itu, setelah mengulum
kekuasaan pasca pemilu 2014. Korupsi ini soal waktu dan kesempatan saja.
Jangan sesumbar bilang parti bersih, tapi juga kotor. Jangan sesumbar
mengaku pro Wong Cilik tapi menjual asset wong cilik. Jangan hanya soal “sepatu”
sesama pemakai “sepatu” saling lempar sepatu. Ini cuma soal “sepatu” kok ! Toh
PDIP dan PD, dua-duanya pernah pake sepatu presiden. Yang jelas bukan Sepatu
Dahlan !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar