Beberapa waktu lalu saya menulis soal core
bisnis Kabupaten Alor dan arah politik pembangunan. Dalam tulisan singkat itu,
saya paparkan; kita punya potensi laut dan perikanan yang mumpuni. Lahan kering
kita pun luar biasa. Tapi fungsinya belum berorientasi pasar (market oriented). Pemanfaatannya masih
konvensional; dengan tanaman umur pendek musiman yang berorientasi konsumsi.
Dari sisi perikanan, tingkat kelimpahan ikan di perairan Alor mendekati ribuan ekor per m2 luas laut. Selain itu, potensi wisata bahari juga menjadi core bisnis yang tak kalah hebat. Namun kita cuma butuh infrastruktur dasar yang bisa menjembatani tumbuhnya sektor-sektor ekonomi produktif berbasis keunggulan daerah.
Maraknya sektor usaha budidaya rumput laut yang menyebar di kawasan Pulau Pantar, adalah indikator pertumbuhan yang harus ditangkap sebagai gejala kebangkitan ekonomi berbasis rakyat.
Mereka (masyarakat pesisir) hanya membutuhkan bantalan modal dan market space. Pemerintah daerah harus
bekerja keras untuk ini. Agar harga budidaya rumput laut bisa lebih kompetitif.
Dalam rangka meningkatkan daya beli masyarakat Alor. Untuk me-reforce sektor
ini, sinergi pemerintah daerah dan perbankan serta institusi pembiayaan lain pun
harus terus di-revitalisasi.
Kita berharap, sumber daya ekonomi lokal andalan bisa menjadi “brand image” untuk mengangkat citra Kabupaten
Alor. Kita bisa mencontoh Gorontalo. Dengan Jagung yang berorientasi agro, pemerintah Gorontalo bisa
mengangkat citra daerahnya ke level nasional. Saya berharap, suatu waktu
Kabupaten Alor bisa mempunyai sumber daya lokal andalan, untuk mengangkat citra
Kabupaten Alor ke level nasional dan internasional.
Dari sisi PAD, hingga saat ini, kita belum punya sektor pendapatan andalan
berbasis keunggulan lokal. Pendapatan daerah kita di Alor masih sporadik. Daya
tahan (survevilitas) fiskal
daerah masih mengandalkan dana perimbangan.
Alokasi DAU & DAK pun pemanfaatannya belum bersinergi dengan basis
potensi ekonomi lokal (core bisnis lokal).
Sebagai kabupaten dengan hamparan beberapa pulau, mestinya kita punya pelabuhan
moderen yang menyebar di beberapa titik pulau. Dengan moda transportasi laut
yang setiap saat dapat meng-koneksikan penghasilan masyarakat ke sentra-sentra
pasar di (Ibu kota kabupaten). Lambatnya konektivitas antar pulau, menyebabkan
saluran ekonomi masih tersumbat.
Press down
belanja Birokrasi
Beberapa waktu lalu, Wakil Bupati Alor Drs. Imran Duru menyampaikan pada
saya; “perjalanan dinas SKPD Alor periode sebelumnya yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan mencapai ± Rp. 3 miliar”.
Tambunnya biaya perjalanan dinas ini, belum lagi ditambah belanja birokrasi
lainnya yang tak jelas. Dan juga perjalanan dinas fiktif. Atau meminjam istilah
Bupati Alor Drs Amon Jobo ; “SPPD Jamu”
Hemat saya, belanja birokrasi ini harus di press down hingga di bawah 50% APBD Alor. Masyarakat (civil society) lokal serta DPRD harus
mengontrol penyakit birokrasi ini secara ketat.
SKPD yang belanja birokrasinya termasuk perjalanan dinas melampaui 50%,
harus diberi sanksi (punishment).
Misalnya anggaran untuk APBD tahun berikut dipotong sekian persen untuk SKPD
yang nakal dan jahil.
Regulasi daerah harus diperketat untuk urusan ini. Dalam rangka efisiensi
belanja daerah. Hasil penghematan diarahkan ke belanja barang dan modal,
semisal infrastruktur dasar dan belanja produktif sejenisnya yang berorientasi
pertumbuhan (growth) dan perluasan lapangan kerja (employment).
Upaya reformasi birokrasi oleh Amon-Imran dengan memutasi pegawai yang
sekian lama bertugas di kota ke desa-desa terpencil, juga perlu disambut baik. Dalam
rangka menancapkan paradigma pembangunan dari desa ke kota. Agar pengalaman
tata kelola kelembagaan pemerintah di perkotaan dapat di transfer ke desa-desa terpencil.
Kelak kita berharap, distribusi anggaran pembangunan daerah pun
paradigmanya sama; yakni dari desa ke kota. Dengan menjadikan desa sebagai
basis pertumbuhan ekonomi, kelak kabupaten Alor akan tumbuh sebagai daerah
dengan fondasi ekonomi terkuat. Paradigma ini harus tercermin dalam postur APBD
Kabupaten Alor. Terutama pada pos belanja APBD.
Arah politik pembangunan
Untuk mendorong semua sektor ekonomi di atas, kita butuh stabilitas politik
daerah yang baik. Dan juga konektivitas politik dari daerah ke pusat. Dorongan
politik ini muaranya untuk menggali sumber dana pembangunan yang berasal dari
kantong APBN.
Sebagai misal, lobi-lobi pusat yang efektif dapat memperlancar distribusi
anggaran-anggaran parkir yang bersumber dari hasil optimalisasi APBN. Cara ini
bisa ditempuh melalui wakil-wakil rakyat di DPR dan senator yang mewakili
kepentingan kabupaten Alor. Merekalah yang menjadi medium politik anggaran yang
bisa didayagunakan.
Stake holder
daerah, Pemerintah, DPRD dan masyarakat harus punya cammon sanse, untuk membangun pilar politik yang berorientasi
pembangunan. Bukan sebaliknya, menjadikan institusi pemerintahan daerah sebagai
lahan memanen harta haram.
Di pemilihan legislatif 2014, kita sudah mencium tanda-tanda baik.
Kesadaran politik rakyat dan pemerintah Kabupaten Alor, sudah mulai bersinergi
dengan politik pembangunan. Ke depan “arah politik” ini harus terus dijaga dan
dirawat. Dalam rangka menjadikan politik dan pembangunan sebagai dua jalan
“satu arah” dalam memakmurkan masyarakat Alor. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar