![]() |
Jokowi dan James Riyadi : Sumber Foto A1 News |
Keterlibatan Stanley ‘Stan’ Greenberg dalam
tim sukses dan tim politik Jokowi tidak dapat dipisahkan dari sosok James
Riady, konglomerat pemilik Lippo Grup dan First Media Grup. James Riady dan
Stan Greenberg merupakan dua tokoh yang sama-sama sahabat baik mantan presiden
AS, Bill Clinton. James Riady dan Stan Greenberg adalah dua tokoh yang sangat
berjasa mengantarkan Bill Clinton terpilih sebagai Presiden AS pada pemilihan
presiden 1992 dan 1996. Keduanya juga tercatat sebagai anggota organisasi elit,
Arkansas Connection.
Arkansas Connection adalah sebuah organisasi non formal yang merujuk pada sebuah kelompok terbatas, umumnya terkait pada daerah asal dan masa lalu Bill Clinton sebagai Jaksa Agung dan Gubernur Arkansas. Kelompok elit yang dijuluki sebagai Arkansas Connection ini adalah kelompok orang yang sangat berkuasa di Partai Demokrat AS dan memiliki akses luar biasa terhadap pemerintahan AS sekarang ini di mana Barrack Obama menjadi Presiden. Arkansas Connection merupakan mentor atau pembimbing Obama sejak awal masa pemilihan presiden tahun 2008 sampai terpilihnya kembali Obama pada pilpres 2012. Arkansas Connection diketahui banyak memberikan saran dan nasihat dalam setiap keputusan dan kebijakan Obama sebagai presiden AS.
Hubungan James Riady dan Obama selain ditautkan oleh Arkansas Connetion dan
Clinton, juga hubungan historis Obama dengan Indonesia. Ayah tiri dan saudara –
saudara tiri Obama adalah warga negara Indonesia. Obama sendiri masa kecil
pernah di Indonesia, bahkan pernah bersekolah di SD Menteng, Jakarta Pusat.
James Riady sebagai otak di balik kemenangan Jokowi Widodo atau kerap
dipanggil Jokowi ditenggarai memiliki kepentingan tertentu terhadap Jokowi yang
ia dorong agar terpilih menjadi Presiden RI dalam pemilihan 9 Juli 2014
mendatang.
Sebagai konglomerat Indonesia, pemilik Grup Lippo dan Grup First Media,
upaya James Riady menjadikan Jokowi sebagai Presiden RI bukan hal yang
mustahil, bahkan bukan hal yang sulit. Kiprahnya dalam tim sukses Bill Clinton
pada pemilihan Presiden AS tahun 1992 dan 1995 serta hubungan khususnya dengan
para elite AS menjadi modal besar sangat berguna bagi rencana besarnya
menjadikan Jokowi sebagai Presiden RI.
Rencana besar (grand scenario) James Riady menjadikan Jokowi sebagai
Presiden RI mendapatkan bantuan sepenuhnya dari mentornya, Antony Salim. Meski
tidak secara langsung atau terbuka, Antony Salim membantu James Riady melalui
tangan Chairul Tanjung, proxy (kuasa bisnis) Antony di Bank Mega dan Trans
Corporation. Melalui bantuan Antony Salim, ratusan
organisasi relawan Jokowi di seluruh Indonesia dibentuk dan dibiayai Chairul
Tanjung dan/atau Trans Corp.
Antony Salim adalah putra Liem Sioe Liong atau Sudono Salim (almarhum),
taipan terkaya di Indonesia yang dikenal sangat dekat dengan Presiden Soeharto
pada masa Orde Baru. Tidak dapat dipungkiri, keberhasilan Grup Salim menjadi
konglomerasi terbesar di Indonesia karena kedekatannya dengan Presiden
Soeharto, yang memberikan begitu banyak kemudahan dan konsesi terhadap Sudono
Salim/Grup Salim.
Hubungan Presiden Soeharto dan Sudono Salim merenggang ketika Sudono Salim
sebagai pemimpin para konglomerat Indonesia yang tergabung dalam Yayasan
Prasetya Mulia menolak permintaan Soeharto untuk memberikan sumbangan sekitar
2,5% dari laba bersih perusahaan milik para konglomerat yang rencananya akan
digunakan sebagai sumber pembiayaan dan pembinaan usaha mikro, usaha kecil,
koperasi, dan usaha menengah kaum pribumi Indonesia yang masih jauh tertinggal
dibandingkan dengan kaum nonpribumi yang mendominasi sektor ekonomi Indonesia
selama puluhan tahun.
Antony Salim adalah mentor atau pembimbing James Riady. Dalam tradisi Cina,
Antony Salim adalah “toako” bagi James Riady, sebagaimana ayahnya, Muchtar
Riady, mantan Direktur Utama Bank BCA (milik Grup Salim), yang juga direkrut
dan dibina Sudono Salim (ayah Antony Salim).
Antony Salim dan James Riady disinyalir sebagai inisiator yang mengumpulkan
seluruh konglomerat Cina Indonesia untuk bersatu-padu menjadikan Jokowi sebagai
Presiden RI mendatang, dengan mengumpulkan dana bagi pemenangan Jokowi,
menyiapkan jaringan media, memanfaatkan jaringan Cina internasional, meminta
Stanley Greenberg menyusun strategi pencitraan untuk melambungkan popularitas
dan elektabilitas Jokowi, dan lain – lain.
Pertemanan akrab James Riady, konglomerat Indonesia, putra Muchtar Riady
(mantan Direktur Utama Bank BCA dan pendiri Grup Lippo) dengan William
Jefferson Clinton alias Bill Clinton dimulai dari kunjungan Sudono Salim (ayah
Antory Salim) dan Muchtar Riady ke Little Rock City, ibu kota negara bagian
Arkansas, Amerika Serikat, pada tahun 1984.
Kunjungan kedua taipan Indonesia ke Little Rock City pada tahun 1984 itu
disebut-sebut bertujuan mencari sebuah bank yang dapat dibeli sebagai wujud
rencana perluasan bisnis Grup Salim/Bank BCA di AS. Menurut laporan
penyelidikan gabungan Kongres dan Senat AS, alasan yang dikemukakan kedua
taipan Indonesia itu sangat absurd dan tidak dapat diterima logika, karena
Little Rock City bukan merupakan salah satu kota keuangan atau kota bisnis di
AS.
Laporan penyelidikan Kongres dan Senat AS terkait skandal sumbangan haram
Grup Lippo untuk tim sukses Presiden Bill Clinton (Lippogate) lebih lanjut
menjelaskan alasan sebenarnya dari kedatangan Liem Sioe Liong dan Muchtar Riady
ke Little Rock City adalah untuk menjalankan misi khusus, yakni mendekati Bill
Clinton yang saat itu sudah disebut-sebut sebagai calon pemimpin masa depan
atau calon Presiden AS di masa mendatang.
Sebagaimana James Riady, Muchtar Riady disebut terkait erat dengan badan
intelijen Cina, sesuai berbagai hasil penyelidikan pihak berwewenang AS yang
membongkar sumbangan haram dari Grup Lippo kepada tim sukses Bill Clinton.
Pada tahun 1986, James Riady ditugaskan ayahnya untuk mengelola Worthen
Bank di Little Rock City, Arkansas, dengan tugas khusus melakukan pendekatan
pribadi kepada Keluarga Clinton. Bill Clinton adalah Presiden Ke-42 Amerika
Serikat. Ia menjabat dua kali masa jabatan periode 20 Januari 1993 hingga 20
Januari 2000. Sebelum terpilih menjadi presiden, Clinton selama sekitar 12
tahun adalah Gubernur Arkansas, yang ke-40 dan ke-42. Istrinya, Hillary Rodham
Clinton, adalah senator dari daerah pemilihan New York.
Pada 1976, Clinton terpilih sebagai Jaksa Agung Arkansas dan menjadi
gubernur pada negara bagian tersebut pada 1978. Setelah gagal dalam usahanya
mempertahankan posisi tersebut, ia berhasil mendapatkannya kembali empat tahun
kemudian, 1986, dan terpilih kembali menjadi Gubernur Arkansas sampai tahun
1990. Ia kemudian berhasil mengalahkan Presiden George Bush serta kandidat
independen, Ross Perot, pada pemilihan presiden 1992.
Selama 1986-1990 James Riady menjalin hubungan erat dengan Bill dan Hillary
Clinton sehingga berhasil menyusup ke jantung kekuasaan Amerika Serikat di
Gedung Putih ketika Clinton terpilih menjadi Presiden AS pada tahun 1992 dan
terpilih kembali menjadi presiden pada tahun 1996. James Riady terkenal namanya
ke seluruh dunia ketika skandal politik sumbangan uang haram ke tim sukses Bill
Clinton terbongkar, hanya beberapa saat setelah Bill Clinton dilantik sebagai
Presiden AS untuk kedua kalinya (1996). Skandal itu kemudian dikenal dengan
nama “Lippogate”.
Hasil temuan penyidik pada Lippogate sangat mengejutkan rakyat Amerika
Serikat karena terbukti uang haram jutaan dolar AS yang disumbangkan James
Riady dan teman-temannya, terutama oleh John Huang (mantan Vice President Bank
Lippo di Amerika Serikat), ternyata sebagian besar berasal dari China Resources
Corporation (CRC), sebuah perusahaan berbadan hukum Hong Kong yang merupakan
perusahaan kedok milik China Military Intelligence (CMI).
Nama Lippo dan James Riady pertama sekali mendunia disebabkan terbongkarnya
kasus sumbangan haram untuk dana kampanye Presiden Amerika Serikat (AS) Bill
Clinton pada tahun 1996, tidak lama setelah Clinton dilantik sebagai Presiden
AS untuk periode kedua.
Skandal Lippo atau Lippogate berawal pada tahun 1995, ketika Clinton merasa
sangat khawatir dengan pemilihan presiden mendatang. Partai Demokrat telah
hancur total sesuai hasil pemilihan DPR dan Senat pada pertengahan tahun 1994.
Partai Republik berhasil menguasai DPR dan Senat untuk pertama kalinya sejak
1954. Tidak hanya itu, Partai Demokrat tengah menghadapi masalah serius dalam
mengembangkan penggalangan dana publik untuk Partai Demokrat dan tim sukses
Bill Clinton.
Para pengamat politik bahkan mempertanyakan secara terbuka, apakah Clinton
relevan mengikuti debat capres pada musim kampanye pilpres mendatang. Kekalahan
di pilpres tahun 1996 tampaknya tak terelakkan lagi bilamana merujuk pada
bencana besar partainya yang dialami pada pemilihan anggota DPR dan Senat tahun
1994.
Kinerja buruk pada tahun 1994 yang ditampilkan partai, telah menjadikan Tim
konsultan yang telah membawanya ke kemenangan pada tahun 1992 sebagai sasaran
kekecewaan dan kambing hitam.
Clinton memutuskan mengambil strategi radikal dalam kampanye pilpres 1996.
Untuk mendukung strategi itu, Clinton membutuhkan banyak uang tunai dan ia akan
membutuhkan uang tunai dalam jumlah besar secepatnya.
Gedung Putih sangat serius membahas tentang penggalangan dana untuk
mendukung strategi Clinton tersebut. Semua pihak akan dilibatkan dalam
penggalangan dana, termasuk presiden dan istrinya, Hilary Clinton; wakil
presiden, dan; seluruh staf mereka.
Namun, Demokrat menghadapi kebuntuan dari mana sumber untuk mendapatkan
uang dalam jumlah besar dalam waktu sangkat singkat. Partai Demokrat tidak lagi
menguasai mayoritas Kongres sehingga tidak akan mudah mengumpulkan dana dari
kelompok-kelompok kepentingan yang menginginkan akses dan bantuan dalam proses
legislasi.
Akhirnya rencana baru dicanangkan. Partai Demokrat akan mengembangkan
rencana kreatif untuk memperluas target donatur. Jenis baru dari konstituen
yang sebelumnya tidak diperhatikan akan didekati dan dimaksimalkan.
Kelompok-kelompok seperti Asia-Amerika dan perusahaan asing yang punya
cabang/perwakilan di AS akan digarap. Sumber daya mereka akan mendanai upaya
pemilihan kembali Clinton.
Selama 10 bulan, Clinton menghadiri 237 acara pengumpulan dana dan
mengumpulkan total US$ 119.200.000! Jumlah ini lebih dari dua kali jumlah
pengumpulan dana Presiden Bush yang diselenggarakan pada tahun 1992. Clinton
akan berhasil dalam upaya penggalangan dana dan menang pemilihan ulang atas
rivalnya dari Partai Republik Robert “Bob” Dole.
Namun ternyata, dalam proses penggalangan dana yang sukses itu, kemudian
terbongkar skandal sangat memalukan, yakni Partai Demokrat dan Presiden Bill
Clinton terbukti telah menerima donasi/sumbangan yang berasal dari sumber
ilegal. Skandal ini kemudian terkenal ke seluruh dunia dengan nama Lippogate
(skandal Lippo).
Terbukti, untuk melaksanakan rencananya menggalang dana kampanye, Clinton
meminta bantuan ke sejumlah teman lama dari negara bagian Arkansas, di
antaranya adalah James Riady, pemilik Worthen Bank, sebuah bank kecil di Little
Rock City, yang telah menjadi teman lama keluarga Clinton.
Perusahaan Riady adalah bagian dari kerajaan dunia bisnis yang beroperasi
di bawah nama Grup Lippo. Bisnis Lippo mengkhususkan diri pada sektor
perbankan, realestat, energi, dan sejenisnya itu dikendalikan oleh ayahnya,
Mochtar Riady, seorang bankir dan konglomerat terkemuka Indonesia.
Salah satu eksekutif yang bekerja pada James Riady bernama John Huang, 51
tahun. John Huang lahir di Cina pada tahun 1945 dan keluarga Huang telah
bermigrasi ke Taiwan pada tahun 1949 ketika komunis mengambil alih Cina
Daratan. Ayah John Huang adalah seorang jenderal Cina nasionalis. Huang lulus
dari Tatung Institute of Technology pada tahun 1967 dan menjabat sebagai letnan
di Angkatan Udara Taiwan. Ia pindah ke Amerika pada tahun 1969 dan memperoleh
gelar master dalam bisnis dari University of Connecticut. Huang menjadi warga
negara AS melalui naturalisasi tahun 1976.
Karir Huang dimulai sebagai trainee di sebuah bank di Washington, DC. Lalu
menjadi asisten wakil presiden. Pada tahun 1985, Huang direkrut James Riady
sebagai Wakil Dirut Eksekutif Divisi Lippo di Hong Kong. Setahun
kemudian, ia pdiangkat menjadi Presiden dan Chief Operating Officer Bank Lippo
di Los Angeles, AS.
Dalam berbagai kesempatan, Huang selalu ingin meningkatkan pengaruh politik
dari warga Asia-Amerika. Huang melihat, Asia-Amerika dapat meningkatkan
pengaruh Asia-Amerika di tingkat politik lokal, tapi tidak signifikan
pengaruhnya dalam politik nasional.
Sebelumnya, dalam kontes presiden tahun 1992, Huang menyelenggarakan sebuah
acara penggalangan dana yang sangat sukses untuk Clinton di California, yang
meraih US$ 1,25 juta dari komunitas Asia-Amerika di Los Angeles. Ini adalah
pertama kalinya Asia-Amerika sangat aktif dalam politik kontes Presiden AS.
Pada tahun 1994, setelah menerima bonus US$ 879,000, Huang keluar dari Grup
Lippo untuk mengisi posisi strategis di Departemen Perdagangan AS. Ia adalah
pejabat pemeritah Amerika-Asia yang menduduki posisi tertinggi.
Di Departemen Perdagangan AS, Huang menjabat sebagai deputi menteri untuk
kebijakan ekonomi internasional. Dari pekerjaan itu, Huang memiliki akses ke
sarana komunikasi kedutaan, laporan intelijen, dan informasi yang digunakan
untuk mengembangkan kebijakan perdagangan AS yang bersifat rahasia, termasuk
dalam hal mewakili pemerintah AS untuk bernegosiasi, diskusi tentang sanksi
perdagangan dan kegiatan dengan pemerintah asing, dan seterusnya.
Pada beberapa kesempatan, Huang dan James Riady sering melakukan pertemuan
pribadi dengan Presiden Clinton di Gedung Putih. John Huang diketahui telah
mengunjungi Gedung Putih 52 kali.
Kampanye Presiden Tahun 1996
Pada Desember 1995, Huang pindah mengisi posisi eksekutif penggalangan dana pada Komite Nasional Partai Demokrat (DNC). Segera setelah bergabungnya Huang, kontribusi/sumbangan ke DNC meningkat secara luar biasa.
Sebuah perusahaan Korea Selatan yang disebut Cheong Am America, Inc
menyumbangkan US$ 250.000. Sebuah acara di sebuah kuil Buddha mengumpulkan US$
140,000. Sebuah pasangan Indonesia memberikan US$ 425.000 kepada DNC. Pada Juli
1996, dalam acara pengumpulan dana untuk Clinton di Los Angeles, Huang meraih
setengah juta dolar AS.
Presiden Clinton berterima kasih secara terbuka dan mengakui kesuksesan
John Huang di DNC. “Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada teman lama saya,
John Huang, untuk menjadi sangat efektif. Terus terang, ia telah menjadi begitu
efektif. Saya apresiasi kepada Anda semua agar memberi pujian untuk Huang malam
ini,” kata Clinton memuji Huang. Dalam waktu singkat dan tanpa pengalaman
substansial di daerah penggalangan dana politik, Huang telah meraih beberapa
juta dolar AS.
Keterlibatan James Riady, Antony Salim, dan para konglomerat Cina Indonesia
sebagai otak di balik kemenangan Jokowi Widodo (Jokowi) dalam Pilkada DKI
Jakarta tahun 2012 lalu dimulai saat Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP,
menyetujui Jokowi diusung PDIP sebagai calon Gubernur DKI Jakarta menggantikan
Mayor Jenderal TNI (Purn) Adang Ruchiatna, yang semula diunggulkan.
Jokowi semula direncanakan maju sebagai calon Gubernur Jawa Tengah bersaing
dengan Bibit Waluyo yang kembali diusung Partai Demokrat. Persiapan untuk
pencalonan Jokowi sebagai calon Gubernur Jawa Tengah sudah lama dilakukan,
terutama melalui pencitraan-pencitraan Jokowi yang dipublikasikan luas dan
masif oleh media-media dan akun-akun di sosial media. Pada tahap awal ini, ada
peran besar konglomerat Edward Suryajaya (anak pendiri Astra, konglomerat
Indonesia, William Suryajaya), Lukminto (pengusaha pemilik PT Sritex Solo),
Imelda Tio (pengusaha properti dan pemilik Paragon/Grup Sun Motor).
Hubungan keluarga antara Edward Suryajaya dengan James Riady mengantarkan
nasib Jokowi ke tangan kelompok James Riady. Setelah terjadi perubahan terhadap
rencana Jokowi tadi, James Riady mempersiapkan sebuah rencana besar: Jokowi
akan diplot sebagai calon presiden setelah memenangkan Pilkada DKI Jakarta. Tim
besar untuk pemenangan Jokowi di Pilkada DKI Jakarta sekaligus di pemilihan
Presiden Indonesia pada Juli 2014 dibentuk.
Tidak tanggung-tanggung, James Riady mengonsolidasikan kekuatan untuk
memenangkan Jokowi di Pilkada DKI Jakarta 2012 dan Pemilihan Presiden 2014.
Stanley Benhard Greenberg, teman karibnya di Arkansas Connection, diminta
terlibat penuh mendukung Jokowi sebagai Presiden Indonesia (Sumber : A1 News)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar