Tulisan Jokowi “Revolusi Mental” di Kompas bikin
geger dan memalukan. Pasalnya, berbarengan dengan tulisan Jokowi, Tulisan
dengan judul yang sama “Revolusi Mental” oleh Romo Benny Susetyo muncul di
harian Sindo (Edisi 10 Mei 2014).
Patut dicurigai, dua tulisan ini saling mengekor. Atau dua tulisan ini mempecundangi Koran sekelas Kompas dan Sindo. Rasanya tak mungkin Romo Menjiplak tulisan Jokowi. Yang paling mungkin Jokowi menjiplak Romo Benny. Jokowi tak pernah punya record sebagai penulis, apalagi kolumnis.
Tapi sekali lagi, yang kotor tetaplah kotor. Dari paragraph awal tulisan Romo Benny, sudah terendus, bahwa tulisan Romo dan Jokowi saling memintal. Dalam opini di harian Sindo Romo Benny menulis :
”Revolusi Mental”. Frase
ini kini kerap disebut salah seorang kandidat presidenIndonesia.
Pengertiannya merujuk pada adanya revolusi kesadaran. Perubahan mendasar yang
menyangkut kesadaran, cara berpikir, dan bertindak sebuah bangsa besar.
Revolusi mental dari sesuatu yang negatif menuju positif.
Politik bahasa dalam
tulisan romo Benny “seperti makan sambal”, langsung terasa, bahwa opininya
ingin mengikat Jokowi sebagai satu-satunya Capres yang punya gagasan revolusi
mental. Disaat yang sama “tulisan Jokowi” tentang revolusi mental ingin menguatkan
image-nya seperti yang klaim Romo Benny dalam opininya di Sindo. Atau artikel
ini ditulis oleh orang yang sama. Mungkin?
Terkesan soalah-olah Ide
revolusi mental itu diproduksi Jokowi. Tapi anehnya, klaim Romo Benny
mengawang, karena ide rovolusi mental itu baru di kenal publik sejak tulisan
Jokowi di Kompas 10 Mei 2014 yang berbarengan dengan tulisan romo. Aneh kan?
Saya menduga, skenarionya,
mesti artikel Romo Benny harus turun satu atau dua hari setelah artikel Jokowi,
dengan demikian, klaim romo di Sindo bisa meyakinkan publik soal gagasan Jokowi
tentang revolusi mental. Tapi saya percaya, bahwa “yang busuk akan terendus
juga”.
Bisa mungkin kedua artikel
itu diotaki bahkan ditulis Romo Benny. Jokowi cuma numpang nama. Bisa mungkin !
Kalau benar demikian, rasa-rasanya mental Jokowilah yang perlu direvolusi.
Sungguh disayang, Koran sekaliber KOMPAS bisa memuat tulisan pemula seperti
Jokowi. Sebuah tulisan dengan alas sosial yang absurd dan dengan maksud
revolusi yang bodong. Penulisnya patut dicurigai.
Revolusi
“bodong”
Saya ingin kita bersepakat,
bahwa revolusi selalu ada dalam perjuangan kelas sosial. Dari awal hingga akhir
tulisan Jokowi di KOMPAS, ia berulang-ulang mengumbar istilah revolusi, tapi
secara tegas tak menyatakan prospek kelas masyarakat mana sebagai tujuan
revolusinya. Pada kelas mana Jokowi berpihak?
Bicara mental dalam
perspektif revolusi, sesungguhnya menawarkan sesuatu yang “absurd” pada rakyat.
Karena revolusi tanpa keberpihakan kelas secara ekstrem justru mengesankan
terminologi revolusi seperti bahasa “alai nan banci kaleng”.
Disinilah saya menangkap
kegamangan Jokowi soal konsep revolusi dan keberpihakan kelas. Mungkin saja
kensepsi revolusi Jokowi mulai kabur atau dikabur-kaburkan karena di sekitarnya
yang mulai ramai dikerumuni para bandit-bandit kapitalis. Mungkin?
Jokowi
Jujur, Hebat !
Singkatnya, kebohongan
besar dalam dua artikel itu sudah tumpah ke publik. Kalau jantan, Jokowi harus
jujur mengatakan artikel itu bukan buah pikirnya. Ia hanya dipoles biar
terkesan intelek di media publik. Seiring isu Jokowi miskin gagasan sering
ditembak dari arah lawan-lawannya.
Harian KOMPAS pun mesti
jujur dan terbuka menyampaikan permohonan maaf ke publik, bahwa Artikel Jokowi
itu mengandung sebuah kesalahan besar dalam kode etik jurnalisme.
Jangankan harian Kompas,
Kompasiana saja tak akan memuat tulisan-tulisan yang diduga hasil plagiat.
Karena plagiat dalam budaya jurnalisme, adalah busuk dan memalukan. Tapi
lagi-lagi kembali ke Jokowi, tingggal memilih, mau ujur atau becek? Jokowi Jujur,
hebat !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar