Kamis, 17 April 2014

Dari Mana Dana Politik Joko Wi?


Untuk memajang satu iklan berwarna di kolom kecil Koran per hari, biayanya belasan hingga puluhan juta rupiah. Apalagi wajah terpampang di seluruh media, baik cetak dan elektronik. Tentu ongkosnya tak sedikit. Apalagi nongol di TV beberapa detik.


Kalau Abrurizal Bakrie Wajar, dia mantan mentri, kaya dengan status pengusaha. Kalau Wiranto juga wajar, mantan panglima TNI, cawapresnya  Hary Tanoe, saudagar media. 


Kalau Jenderal (Purn) Prabowo juga sama, adiknya Hasyim pengusaha pertambangan sukses yang selama ini mandanainya. Wajar mereka-mereka ini punya alasan untuk belanja politik dalam jumlah besar.

Terhitung sejak Joko Wi jadi calon gubernur DKI, hingga jadi capres, kira-kira puluhan bahkan ratusan miliaran rupiah sudah dihambur Joko Wi dan timnya.

Tapi sulit kita pastikan, dari mana dana sebesar itu diperoleh? Dengan cara halal, atau seolah-olah halal? Dari saku sendiri atau dari donator. Siapa donaturnya?

Joko Wi yang katanya “tak korup”, sederhana dan populis, tentu tak menyaku uang sabanyak itu sebagai ongkos politik. Apalagi selama menjadi Walikota Solo, ia tak terima gaji. Gajinya dikembalikan ke kas daerah. Joko Wi juga katanya tak pernah “main proyek”.  

Begitupun jadi Gubernur DKI, ia juga tak mau menerima gajinya. Kalau pun bisnis mebelnya yang selama ini menyokong ongkos politik, tentu itu tak seberapa. Bisa-bisa usaha Joko Wi guling tikar karenanya.

Kalau pun ongkos politik itu dari partainya (PDIP), rasanya sulit juga. Partai wong cilik ini terkesan sederhana dan bersih dari geliat korupsi. Megawati juga apa korporasi bisnis raksasa yang ia punya? Tak ada kan?

Apalagi dengan posisi PDIP sebagai oposisi di pemerintahan kali ini, jangankan korupsi, kesempatan untuk korupsi saja sulit. Tapi ada juga 27 kader PDIP yang menurut KPK terlibat korupsi. Akhirnya bisa korupsi juga; Alhamdulillah.  


Lalu dari mana dana politik Jokowi?

Memang beberapa waktu ini, berhembus kencang isu Jokowi dibiayai James Riyadi. Raja Lippo Group yang pernah mendanai mantan Presdien AS Bill Clinton.

Gosip kampung sosmed pun menuturkan, Jokowi ditopang sekelompok pengusaha kakap. Kalau di tanya pengusaha pribumi atau non pribumi? Pengusaha hitam atau putih? Susah juga menjawabnya, nanti dikalim rasis. Media juga tak merunut yang menyokong itu pengusaha hitam atau abu-abu?

Beberapa waktu lalu, puluhan pengusaha mendatangi kantor DPP PDIP, mereka datang mendukung Jokowi. Oleh media tak dijelaskan rinci apa motif dukungan pengusaha-pengusaha itu. Sekilas publik menangkap, mereka-lah kantong dana capres Joko Wi. Tapi apa benar?

Beberapa account twitter juga berani-beraninya berkicau, kalau dana politik Jokowi bersinggungan dengan uang haram BLBI.Praktek mafioso perbankan yang terjadi dikala Megawati Berkuasa. Ini perbincangan rakyat sosmed. Itu nyata atau gosip? Entah? Hanya Tuhan dan Joko Wi yang tahu.

Ongkos politik Joko Wi yang remang-reamang itu, segerah memancing rasa curiga publik, siapakah penyandang dana Joko Wi? Atau perusahan apa yang mensponsori iklan politik Joko Wi yang padat merayap itu?

Inilah sederet pertanyaan, yang mendudukkan Joko Wi di kamar gelap dinamika Pilpres 2014. Jokowi yang seketika popular dengan pretasi datar sebagai Walikota Solo dan Gubernur DKI, rasanya tak mungkin ditukik media bila tanpa ongkos yang besar.  

Kalau pun ada sumber penyokong, tentu kelak imbal sosial politikya terlampau mahal. Konon Jokowi yang bukan siapa-siapa kemudian mendulang nama besar, tentu menelan ongos fantastis. Kalau ditanya dari mana sumbernya? Wallahualam. []


Tidak ada komentar:

Posting Komentar