Rabu, 02 Juli 2014

Surat Balasan Untuk Romo Franz Magnis Suseno


Bisamillahirrahmanirrahim. Perkenalkan, nama saya Abdul Syukur. Dan demi Allah; demi Rasulullah Isa Ibnu Maryam, sejak duduk di bangku kuliah semester empat; saya salah satu pengagum karya-karyamu Romo Franz Magnis Suseno. Baik itu buku, paper, hasil wawancara, opini. Hingga kini, karya-karya Romo saya arsipkan dengan baik. Terutama, saya jatuh cinta pada pikiran-pikiranmu tentang kemanusiaan dan pluralisme.  

Romo Franz Magnis Suseno yang saya cintai dan hormati
Saya mengenal anda di suatu forum seminar, terkait resolusi konflik agama tahun 2003 di Hotel Kristal Nusa Tenggara Timur . Waktu itu saya mahasiswa semester empat di sebuah universitas di Nusa Tenggara Timur (NTT). Betapa bahagianya saya waktu itu; bersentuhan kulit (salaman) denganmu. Bahkan saya masih merasakan aroma tubuhmu hingga kini. Sosok yang sebelumnya cuma bisa diraba dalam berbagai buah pikir tentang pluralisme dan karya buku tentang Marxisme

Kata-kata Romo  yang mengakar kuat dimemori saya sejak tahun 2003 itu adalah “ketika perbedaan melahirkan konflik, maka sesungguhnya Indonesia sedang terluka”. Kata-kata anda itu bagi saya cukup bertenaga. Melerai sekian konflik perbedaan yang mengental kala itu. Saya bahkan menjadikan petuah anda itu sebagai pemungkas di setiap diskusi-diskusi tematik tentang pluralisme bersama rekan-rekan mahasiswa.  

Maka saya serta-merta memahami anda  (waktu itu) sebagai sosok “pluralis”. Maka ketika apapun yang diucapkanmu, selalu saya anggap bertuah dan bebas kepentingan politik. Hingga hari ini dan detik ini, saya masih menaruh harapan besar itu pada-mu Romo; sebagai suko guru pluralisme yang mumpuni di republik ini.  

Romo Franz Magnis Suseno yang saya cintai dan hormati
Ajaran-ajaran pluralisme dan demokrasi yang kau ajarkan selama ini, menempatkan perbedaan sebagai suatu dimensi yang yang niscaya dan tak bisa ditolak. Apalagi perbedaan itu dihakimi dan dinistakan ! Apalagi, dinamika perbedaan itu terjadi di ranah politik, yang merupakan wujud operasional praktis demokrasi yang selama ini kau khotbai di forum-forum seminar.

Maka saya terkejut sekali, ketika mambaca surat Romo kepada Prabowo di TEMPO Edisi Rabu, 02 Juli 2014 dengan isi yang begitu saklak dan tendensius. Sungguh saya tak menyangkanya; bahwa itu surat dari Romo Franz Magnis Suseno yang saya kenal.

Dalam surat itu Romo menulis Yang bikin saya khawatir adalah lingkungannya. Kok Prabowo sekarang sepertinya menjadi tumpuan pihak Islam garis keras.

Saya mengerti, yang Romo maksudkan Islam garis keras itu Front Pembela Islam (FPI), yang akhir-akhir ini marak “memberikan dukungan politik” kepada Prabowo-Hatta. Atau mungkin ada kelompok lain yang Romo maksudkan Islam garis keras itu ? Atau semua orang Islam yang mendukung Prabowo-Hatta Romo kategorikan Islam garis keras?

Dan pada kata-kata Romo yang agak “phobia Islam” dengan menyebut Islam garis keras inilah membuat saya mulai meragukan Romo sebagai sosok pluralis yang luar biasa itu. Saya tidak mengerti, romo “terkotak” di kelompok kepentingan yang mana? Tapi terserah Romo-lah.

Bagi saya, FPI cuma seklompok orang yang belum tuntas dalam persepsi ke-Islaman. Bagi saya, FPI cuma sekelompok orang yang belum tuntas memahami konvergensi ketauhidan dan kemanusiaan sebagai satu kesatuan konsepsi iman. Tapi kemudian, hal itu tak mambuat saya dan Romo memasung hak dan pilihan politiknya ! Atau boleh saya bertanya, apakah Romo punya otoritas khusus untuk memasung hak-hak politik orang-orang yang ada di FPI?

Romo Franz Magnis Suseno yang saya cintai dan hormati
Apakah dalam atmosfer demokrasi, adalah sebuah kesalahan bila orang-orang semacam FPI menyampaikan pilihan politiknya? Toh mereka warga asli Indonsia yang punya KTP; bukan pendatang?
Lalu kenapa Romo meragukan Prabowo-Hatta sementara keduanya hanya menjadi sosok yang diapresiasi oleh kelompok FPI  dengan dukungan politik? Apakah dengan bersikap seperti itu, lalu Romo ingin membelah dua paket capres ini dalam kategori radikalis vs inklusifis; atau apalah itu dalam takaran Romo?

Kalau dulu Romo pernah menasehati saya di forum seminar tentang pluralisme dan demokrasi, sekarang saya kembali mengingatkan Romo; agar tidak menggunakan standar ganda dalam paham-paham itu. Khususnya dimomentum pilpres 2014.  []
Salam hormat saya untuk Romo Magnisuseno














Tidak ada komentar:

Posting Komentar