![]() |
Mereka dibohongi Jokowi |
Pada Pilgub DKI 2012, ibu-ibu di kampung saya paling
getol mengkampanyekan Jokowi. Bendahara RT 13 Kayu Manis-Jakarta Timur; MpoYati, kalau menagih uang sampah, pasti kampanye Jokowi
berjam-jam.
Saya bekerja keras mendengarkannya. Logat Betawi-nya yang kental itu, kadang membuat telinga saya agak
awut-awutan memahaminya. Ujung kata-katanya kebanyakan huruf “E dan O”
Saya maklumi saja Mpo Yati, karena memang sekarang
saatnya rakyat meledakan giroh politiknya. Kata Mpo Yati, “kami ni ye bang, sudah percaya bangat ame Jokowi, die bise bangun Jakarte, die bise bikin Jakarte kaga macet dan
banjir kaya dulu…Noh Solo, kalau kaga ade die ni..ga bakalan maju-maju”. Saya iyakan saja Mpo Yati, meski ukurannya tentang Jokowi adalah beralaskan
berita
bombastis mass media pesanan.
Waktu lalu (2012) menjelang hari pemungutan suara Pilgub
DKI, Mpo Yati mampir ke rumah saya, minta sumbangan keamanan. Mpo Yati
sempat-sempatnya mengingatkan saya, “bang…jangan
lupa ye…milih
Jokowi-Ahok”.
Saya jawab seadanya untuk memompa semangatnya “iye..iye gua bakalan nyoblos ntuh si Joko calon gubernur Mpo”. Mpo Yati hanya nyengir. Mungkin ia senang bisa mempengaruhi saya.
Waktu KPU DKI mengumumkan hasil pleno yang dimenangi
pasangan Jokowi-Ahok, warga RT 13 Kayu Manis nonton bareng. Mereka bersorak..ada yang histeris menumpahkan kebahagiaan atas kemenangan pasangan
Jokowi-Ahok. Mereka punya mimpi besar untuk Jokowi.
Waktu musim kampanye Pilgub DKI, Jokowi ramai digadang-gadang tak tuntas
memimpin Jakarta, karena mau jadi calon presiden RI. Mpo Yati berbusa-busa
meyakinkan saya (kalau mampir ke rumah) yang waktu itu menanyakannya tentang kabar Jokowi
mau nyapres. Mpo Yati bilang, “kaga ade bang, die udeh janji dan bilang, kabar
die nyapres itu fitnah dan isu…die bakal jadi Gubernur Jakarta lima tahun.”
Saya percaya saja Mpo Yati, bahkan lebih percaya dia dari pada mulut politisi dan akademisi seperti Adrinof Caniago. Toh saya pikir,
Mpo Yati tak punya kepentingan apapun. Dia cuma punya mimpi, ia cuma punya
harapan. Mungkin juga seperti warga awam lainnya di Jakarta.
Waktu banjir melebur bundaran HI dan merangsak masuk
istana presiden, dan separuh kawasan Matraman direndam banjir seukuran pinggang,
warga RT 13 ramai membicarakan peristiwa seumur-umur itu.
Mpo Yati yang biasa
menjalankan tugasnya sebagai bendahara RT, tak lagi menyala seperti dulu;
mengelu-elukan Jokowi. Wajah Mpo Yati yang selalu sumringah menyebut nama
Jokowi, bertambah kabur
dan kecut, ketika satu tahun setelah jadi Gubernur DKI, di seluruh stasiun
tv mengabarkan Jokowi mau nyapres. Mpo Yati mungkin
agak terhibur, ketika Jokowi membantahnya dengan mengatakan “ia tak urus copras-capres”
Satu
hari setelah pendeklarasian Jokowi sebagai capres PDIP di rumah si Pitung; saya berpapasan dengan Mpo Yati di ujung gang. Ia lagi membeli bubur ayam Mas Maman untuk anaknya. Ia hanya ketus melempar beberapa kalimat, ketika saya tanya
sedikit mengolok, “mpo…gimana tuh,
gubernurnya (Jokowi) mau nyapres?” Mpo Yati dengan ketus menjawab “Aye kaga nyangka bang die nyapres”.
Mpo Yati bukan pendukung capres Prabowo, juga bukan
pendukung capres manapun. Ia hanya jatuh, dari harapan yang sudah dihelanya ke
atas atap imajinasi. Yang terjadi sebaliknya; Jokowi yang dikira “juru selamat Jakarta” itu, merontokkan harapan orang-orang kecil sepertinya. Ini peristiwa batin
orang-orang kecil yang dapat kita saksikan.
Saya lantas membayangkan, betapa sakitnya; betapa
teraduk-aduknya perasaan, bila asa yang membumbung itu, jatuh ke derajat yang
paling menyakitkan.
Mereka baru saja terlepas dari keculasan Gubernur Jakarta
sebelumnya, lalu dipecundangi orang yang mereka cinta dan percayai (Jokowi). Bahkan kita bisa merasakan “betapa sakitnya
dikhianati”.
Hati Mpo Yati yang terkoyak-koyak…adalah contoh kecil
seorang pemimpin yang merebut, lalu menginjak-injak
dan mengkhianati ketulusan rasa cinta rakyat padanya.
Saya, bahkan anda juga setuju, bahwa pemimpin dipercaya, karena sumpah dan janji-janjinya.
Pemimpin dipercaya karena tabiatnya. Lalu ketika seorang pemimpin “tidak amanah
dan pendusta,” lalu dimana idealnya kita letakkan harapan itu padanya? Untuk janji-janji kecil saja mudah ia mentahkan, bahkan mengkhianati; apalagi untuk janji-janji besar pada negeri seluas ini?
Kini di depan rumah Mpo Yati, tak ada gambar Jokowi dan
Juga Prabowo. Beberapa minggu lalu saya lewat di depan gang Mpo Yati, ia hanya
senyum tapi tak secerah dulu. Sambil tertawa masam, dan tanpa saya tanya, mpo Yati berseloroh “Aye nanti di
TPS aje bang...kaga mau ribet-ribet kaya Pilgub dulu, Aye bosen bang,..kaga ade
yang benar orang-orang atas ntuh..semuanya
pada bohong, apalagi Jokowi”.
Saya hanya bisa menyelami bahasa politik orang-orang
kecil seperti Mpo Yati, Bendahara RT; istri Mas
Jamal, pedagang sate kambing yang maknyos itu”. Saya lebih percaya Mpo Yati. Percaya
pada kejujurannya meracik bumbu sate Madura
yang pedasnya menggigit dan menohok selera. Sate kambing Mpo Yati tak pahit dan cita rasanya nikmat. Tak sepahit dan tak sekecut Janji
Jokowi pada warga Jakarta. Salam. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar